Misteri Air Terjun Darah di Antartika telah terpecahkan. Sebelumnya, selama bertahun- tahun para peneliti dibuat bingung dengan aliran berwarna merah yang mengalir di atas Taylor Glacier.
Air terjun itu pertama kali ditemukan oleh ahli geologi Australia, Griffith Taylor pada 1911. Awalnya, warna aneh pada air terjun itu diyakini karena alga merah.
Pada 2003, hampir 100 tahun setelah Taylor menemukan air terjun itu, para peneliti berteori bahwa warna merah disebabkan karena oksidasi besi dan air yang kemungkinan berasal dari danau air asin bawah tanah.
Para peneliti dari University of Alaska Fairbanks dan Colorado College akhirnya mengonfirmasi oksidasi tersebut dalam sebuah studi yang dipublikasi pada pekan ini di Journal of Glaciology.
Dikutip dari Sfgate, Senin 1 Mei 2017, dengan menggunakan ekolokasi (echolocation) untuk melacak aliran air, peneliti menemukan danau berusia 5 juta tahun di bawah Taylor Glacier. Menurut para ilmuwan, ketika air danau keluar ke permukaan, air asin teroksidasi saat bersentuhan dengan udara.
Lebih mengejutkannya lagi, air tersebut masih berbentuk cairan meski berada di dalam gletser yang membeku.
"Taylor Glacier saat ini merupakan gletser terdingin yang airnya mengalir terus-menerus," ujar rekan penulis Christina Carr.
Dilansir National Geographic, danau di bawah gletser itu memiliki konsistensi yang sangat asin. Karena air asin memiliki titik beku lebih rendah dari air murni dan melepaskan panas saat membeku, air tersebut melelehkan es dan memungkinkan sungai mengalir.
Hal tersebut membuat gletser dapat mendukung adanya aliran air. Selain itu Taylor Glacier juga menjadi gletser terdingin di Bumi dengan air yang selalu mengalir.
Studi tersebut juga mengukur jumlah air garam kaya zat besi dalam air sungai. Berdasarkan penelitian, kandungan air asin meningkat saat mendekati air terjun.
Baca selengkapnya.....
0 Response to "Misteri 'Air Terjun Darah' di Antartika"
Posting Komentar