Ritual sate burung gagak merupakan ciri khas ilmu pesugihan Dewi Lanjar. Konon, Dewi Lanjar memiliki kekayaan yang melimpah ruah, berupa harta emas lantakan dan tumpukan uang yang tak terhitung jumlahnya. Tidak berseri istilahnya. Dan uniknya, mata uang yang dimiliki Dewi Lanjar ini mengikuti mata uang yang berlaku di alam manusia. Konon, mata uang rupiah, dolar Amerika, dolar Singapura, ringgit Malaysia dan lain-lain, terdapat dalam tumpukan uang yang dimiliki Dewi Lanjar.
-------
Sebulan sebelum ritual yang dilakukan Pak Rame di hutan bukit Suharto.
Malam semakin kelam di hutan itu.
Bulu kuduk Pak Di meremang tanpa bisa ditahan. Mulutnya komat-kamit makin cepat membaca mantra pemanggil jin yang dikuasainya. Angin berhembus sangat dingin dan membuat ngilu tulang. Daun-daun pepohonan di sekitarnya melambai diterpa angin menimbulkan suara hembusan seperti suara badai.
Sementara wanita yang duduk di sebelah Pak Di wajahnya kaku dan tampak tabah mengipasi arang agar tetap menyala. Panas arang tak mampu menghangatkan suasana. Hanya aroma daging terbakar tercium bercampur wangi dupa yang dibakar Pak Di. Wanita itu membolak-balikan sate gagak yang dipanggangnya agar matang rata sambil menawarkan satenya, "Sate gagak lezat...sate gagak...sate gagak...." Demikian berulang-ulang dengan suara bergetar karena jerih dan gentar.
Tiba-tiba puluhan anak kucing muncul mengitari wanita yang memanggang dan menawarkan sate gagak itu. Mereka mengeong ramai berisik menambah suasana makin seram. Tiba-tiba angin berhembus kencang dan udara dingin makin membuat menggigil. Hanya ada cahaya arang pembakaran yang menerangi.
Seorang pemuda tampak duduk menggigil ketakutan di belakang Pak Di. Keringat mengucur deras dan pakaian kumalnya basah oleh keringat. Kedua tangannya tampak memegang kantong terigu putih kumal.
Tiba-tiba bayangan hitam tinggi besar berwajah mengerikan muncul. Senyumnya menyeriangi ngeri. Matanya bersinar merah menyala tajam menatap satu persatu-satu ketiga orang di hadapannya. Kedua tangannya berbulu lebat dan bau anyir darah. Tangannya berjari berkuku tajam kotor. Bau bangkai tercium menyengat. Pemuda berbaju kumal yang duduk di belakang Pak Di itu tampak terkencing karena ketakutan. Ia memejamkan mata karena ketakutan setengah mati. Sedangkan wanita yang duduk di sebelah Pak Di pingsan dengan kipas sate di tangannya tergenggam erat. Pak Di membuka matanya perlahan selebar mungkin sambil berkata pelan.
"Aki, kami membuatkan sate gagak untukmu. Bayarlah sate itu dengan uang yang kami butuhkan....!" kata Pak Di begitu bayangan hitam itu menatapnya.
Makhluk hitam tinggi menyeramkan yang dipanggil Aki itu menjawab mengertak mendengus, "Sate gagak itu untukku. Untuk menambah kemampuanku. Ini pembayaranku..!! Jika kamu gandakan sate gagak yang kuperlukan akan kulipatkan 1,000 kali pembayaranku sekarang!"
Selesai berkata, makhluk tinggi besar hitam berbau busuk dan menyeramkan itu lenyap bersama sate gagal yang matang. Secepat kilat terdengar bunyi barang terlempar ke dalam kantong terigu putih kumal. Puluhan anak kucing yang mengeong berisik itu juga lenyap tak berbekas. Sunyi. Hanya hembusan nafas Pak Di yang terdengar.
Pak Di melihat isi kantung dimana Aki melempar pembayarannya. Ia meneranginya dengan sentolop. Pak Di tersenyum melihat segepok uang berbau dupa itu. Ada 10 juta rupiah hasil penjualan sate gagak pada jin Aki. "Ritualku yang akan datang akan dibayar 10 milyar," gumam Pak Di.
-------
Siapapun ingin kaya raya. Namun tak semua orang suka cara meraihnya. Hampir semua orang ingin kaya raya dengan cepat. Inginnya kaya raya mendadak tanpa kerja keras. Demi kekayaan itu, tak sedikit orang yang rela menempuh cara-cara aneh semisal babi ngepet, bercinta tukar pasangan, memelihara tuyul dan bertapa.
Berikut ini kisah nyata seorang yang mencari kekayaan dengan cara pintas.
Adalah Pak Rame (bukan nama sebenarnya) yang melakukan ritual yang disebut "jual sate burung gagak". Pak Rame dikenalkan kepada saya sebagai salah satu tim sukses salah satu calon bupati di Kabupaten Sangatta. Kami bertemu kemarin di tempat saya menginap di di sekitar Jalan Diponegoro, Kota Sangatta, Kalimantan Timur.
Di sela-sela diskusi soal bisnis ia menceritakan kisah dirinya yang pernah mencari kekayaan lewat jalan pintas dengan ritual jualan sate. Saya yang suka mendengar kisah seram dan horor pun tahu bagaimana supaya pembicaraan menjadi gayeng. Saya menghidangkan kopi luwak dan cemilan kacang kegemaran saya.
"Saya betul-betul sudah putus asa," demikian ia memulai kisahnya. "Bisnis saya hancur total dan tak ada yang tersisa. Kehidupan saya dan keluarga menjadi amat sulit. Saya sudah tak punya modal sama sekali. Tak tahu lagi saya harus bagaimana menjalani hidup," lanjut Pak Rame dengan muka tampak sedih.
"Hutang bukannya berkurang, malah menumpuk karena kesulitan. Sudah puluhan usaha saya lakukan untuk mengembalikan bisnis, namun selalu berujung kegagalan. Akhirnya, dalam perjalanan usaha itu saya bertemu dengan "orang pintar" dari Banten. Namanya Pak Di (bukan nama sebenarnya). Pak Di mengatakan kepada saya bahwa ia bisa membantu memperoleh kekayaan dengan cara cepat dengan ritual tertentu."
Pak Rame meraih kopi yang saya hidangkan untuknya. Ia menyeruput kopi panas itu dan menikmatinya sebentar.
"Terus bagaimana, Pak?" saya bertanya seraya membuka toples kacang dan mengambilnya untuk saya cemil.
"Pak Di bilang jika saya ingin cepat kaya saya harus melakukan ritual jual sate gagak kepada jin di bukit Suharto pada waktu dini hari. Bukit Suharto itu antara Balikpapan dan Samarinda. Bergidik awalnya saya mendengar harus menjual sate burung gagak kepada jin. Melihat jin saja saya belum pernah, malah disuruh transaksi. Di dini hari lagi. Apalagi saya ini seorang penakut. Saya perlu waktu lama untuk memutuskan," kisah Pak Rame menceritakan dirinya.
-------
"Bagaimana keputusanmu, Ra?" tanya Pak Di suatu hari saat Pak Rame berkunjung ke rumahnya di Banten.
"Terserah Pak Di saja. Tapi saya terus terang saja, tidak punya dana," Pak Rame menjawab seadanya.
"Begini saja, soal dana sudah ada yang menyediakan. Namanya Pak Gu (bukan nama sebenarnya). Ia bersedia menanggung biaya tiket, hotel, sewa kendaraan dan belanja bahan keperluan ritual. Dia minta 40 persen saja. Kamu 30 persen. Sisanya 30 persen saya. Rencananya sate itu kita jual sama si Aki (panggilan si jin) 10 milyar saja" jelas Pak Di.
"Seperti yang saya ceritakan padamu, sebelumnya saya berhasil menjual sate burung gagak kepada Aki bernilai 10 juta untuk 10 tusuk. Waktu itu dia berjanji akan melipatkan 1,000 kali jika kita gandakan satenya. Sebelum pergi waktu itu, jin Aki bilang mau beli lagi dengan harga 10 milyar," jelas Pak Di meyakinkan Pak Rame.
"Kamu yang menyembelih dua burung gagaknya sesuai perintah, mempersiapkan dagingnya untuk sate dan sekaligus membakar dan menjual satenya kepada jin Aki. Sedangkan saya yang membaca mantra-mantranya. Bagaimana, Ra?" Pak Di bertanya kepada Pak Rame.
Pak Rame diam. Ia masih bergidik. Terkadang bulu romanya berdiri jika ia membayangkan bertemu dengan jin Aki. Namun kebutuhan ekonomi terus menggerogoti dan mencekiknya membuat ia harus mengiyakan tawaran melakukan ritual itu.
"Iya Pak Di!"
Pak Di tersenyum gembira mendengar jawaban Pak Rame.
"Jika sudah setuju. Kita segera bersiap-siap," kata Pak Di kepada Pak Rame.
-------
Pak Rame memeriksa sekali lagi perlengkapan untuk ritual jualan sate burung gagak malam nanti. "Kantung terigu putih kumal 10 buah, tikar, golok, kipas, arang dua tas plastik, tusuk sate 20 biji, pemanggang sate, kecap, burung gagak hidup yang gemuk dua ekor, pisau sembelih dan termos besar berisi air mendidih.....hmmm...lengkap sudah," gumam Pak Rame. Perlengkapan ritual lainnya disediakan oleh Pak Di.
"Bagaimana Ra, sudah siap berangkat? Sudah pukul 9 malam ini. Mantapkan tekadmu, hilangkan rasa takutmu" nasehat Pak Di memotivasi Pak Rame.
Kami berempat sampai di bukit Suharto pukul 11 malam. Sopir mobil sewaan memarkir di pinggir jalan menuju jalan kecil di sebelah kiri jalan.
"Kamu ke area peristirahatan saja. Jika kami sudah selesai, saya akan menelepon kamu," kata Pak Di kepada sopir sewaan itu. Sopir sewaan mengiyakan dan cepat pergi.
Satu jam kami bertiga berjalan menuju tengah hutan gelap gulita menyusuri jalanan setapak dengan sentolop dipandu Pak Di yang sebelumnya telah berhasil memimpin ritual ini.
Kami bertiga sampai di lokasi ritual yang hanya diketahui Pak Di. Kami membersihkan lokasi itu sekedarnya agar kami bisa menggelar tikar. Suara binatang malam menambah suasana seram di hutan. Suara jangkerik mengerik, suara burung hantu terdengar bersahutan. Sesekali terdengar lolongan anjing.
Pak Rame mempersiapkan segala sesuatunya untuk membuat sate. Pak Di pun sibuk dengan persiapan "uborampe" sajian untuk membuka alam ghaib agar bisa mendatangkan jin Aki yang sudah memesan sate burung gagak. Pak Gu karena ia mengeluarkan uang untuk seluruh biaya, ia hanya duduk-duduk saja sambil menghisap rokoknya.
Pak Di memberi isyarat siap dan akan memulai ritual kepada kedua rekannya itu. "Ra, kamu sembelih kedua burung itu setelah ada aba-aba dari saya," pesan Pak Di. "Tugasmu hanya memeriksa kantung tempat pembayaran dari jin Aki, Gu," lanjut Pak Di.
Pak Di pun membakar dupa dan mulai mengucapkan mantra-mantra.
Malam semakin gelap dan terasa dingin akibat hembusan angin malam. Suasana makin seram dengan aroma dupa yang menyengat bertebaran. Suara burung hantu semakin sering bersahutan. Dari kejauhan suara anjing melolong keras dan gelisah. Suara burung gagak yang dibawa Pak Rame pun ikut bersahutan. Pak Di pun memberi tanda agar burung gagak semuanya disembelih.
Dengan cepat Pak Rame segera menyembelih kedua burung gagak itu. Terdengar suara jeritan kesakitan dari burung gagak saat lehernya ditebas pisau tajam Pak Rame. Darahnya muncrat membasahi tangan Pak Rame. Menggelepar sebentar, lalu mati. Dengan cepat Pak Rame mencabuti bulu-bulu burung itu dengan air panas yang sudah ia siapkan sebelumnya. Tak berapa lama 20 tusuk sate burung gagak mentah pun siap dipanggang.
Aroma bau daging pun menyeruak gurih saat sate daging burung gagak itu mulai dipanggang. Kecap menambah gurih aromanya. Sate pun matang dengan cepat. Pak Rame pun menawarkan sate burung gagak matang itu dengan suara rendah, "Sate gagak...sate gagak....pesananmu sudah matang Aki. Bawakan uang pembayarannya," demikian Pak Rame menawarkan.
Pak Di semakin mempercepat mantra-mantranya, suaranya terdengar kadang naik turun seperti dengungan. Keringat dari dahi dan lehernya tampak menetes. Konsentrasi Pak Di meninggi.
Angin malam bertambah kencang suara derik cabang-cabang pohon bergesekan terdengar keras. Suara burung hantu pun semakin ramai bersahutan seolah memberitahu akan ada makhluk datang. Tak berapa lama suasana bertambah dingin. Angin berhembus sangat kencang di lokasi itu. Tiba-tiba bayangan hitam berkelebat disertai lolongan gerombolan serigala yang memancarkan sinar mata buas kelaparan. Mengerang keras di di depan Pak Di. Pak Di bergeming. Ia tak terpengaruh. Pak Gu pun tampak tenang karena ia sejak awal sudah memejamkan matanya menggunakan penutup mata.
Namun sebaliknya terjadi pada Pak Rame. Demi melihat belasan serigala buas yang seolah kelaparan dan ingin memangsanya mengelilingi lokasi ritual itu, Pak Rame takut bukan kepalang. Ia tak siap, pikirannya mengutuk Pak Di kenapa sebelumnya ia tidak bercerita bahwa ada segerombolan serigala akan muncul. Tak sadar ia pun mengucapkan ayat-ayat suci yang pernah ia pelajari sewaktu mengaji. Tak sadar ia pun membaca ayat kursi yang kakeknya mengajarkan jika ada makhluk jadi-jadian muncul. Namun suara Pak Rame tercekat, ia tak mampu mengeluarkan suara, sehingga ayat-yata itu pun hanya diucapkan dalam hati.
Mungkin belasan serigala buas itu merasa ada yang lebih menakutkan mereka. Satu persatu serigala itu lenyap tak berbekas. Pak Rame pun berkurang rasa takutnya. Ia merasa punya perlindungan dengan membaca ayat-ayat pengusir makhluq jadian. Ia pun kembali menawarkan kembali sate burung gagak itu. Sementara Pak Di semakin mempercepat mantra-mantra yang dibacanya. Mulutnya komat-kamit cepat sekali, beberapa kali ludahnya muncrat. Badannya bergetar. Ia berusaha memanggil jin Aki agar segera datang mengambil pesanan sate yang dipesannya sebulan yang lalu.
Namun, bersamaan dengan lenyapnya belasan serigala itu, bayangan hitam tinggi besar juga turut lenyap tak berbekas. Keduanya mungkin terasa terbakar dengan bacaan ayat-ayat kursi yang diucapkan dalam hati oleh Pak Rame.
Satu jam berlalu.....
Dua jam terlewati.....
Tiga jam sudah.....
Pak Rame menawarkan sate burung gagak tanpa henti. Pak Di terus membaca mantra-mantra yang dikuasainya tanpa henti hingga butiran keringat yang keluar seperti butiran jagung. Sementara Pak Gu tenang duduk di belakang Pak Di sambil kedua tangannya memegang kantung terigu putih kumal seolah siap kapan saja menerima pembayaran sate burung gagak pesanan jin Aki.
Sampai shubuh tak ada tanda-tanda jin Aki mengambil pesanan sate gagak yang sudah disiapkan ketiga orang itu.
Pak Di pun berhenti membaca mantranya. Ia pun memberi tanda kepada Pak Rame agar berhenti menawarkan sate burung gagak. Kepada Pak Gu, Pak Di memberi tanda agar membuka penutup matanya.
Ketiganya kelihatan sangat lelah, karena semalaman terus berjaga. Kantuk tak dapat ditahan. Ketiganya pun tanpa sadar tertidur lelap.
-------
Sebelum berpisah, Pak Rame berpesan kepada saya untuk bekerja sebaik-baiknya dengan disertai doa ikhlas kepada Tuhan saja. Karena tidak hanya ritual sate burung gagak saja yang dilakukan oleh Pak Rame, ritual-ritual lainnya untuk mendapatkan kekayaan secara instan pun sudah dilakukannya berkali-kali. Semua nihil. Semua sia-sia. Cerita keberhasilan yang ada adalah bumbu manis cerita yang menyesatkan saja. Membuang uang, tenaga dan waktu saja.
-------mw-------
*) Penulis adalah Jokowi Lover yang lebih cinta Indonesia
**) Kisah di atas adalah kisah nyata berdasarkan pengalaman Pak Rame yang diceritakan kepada saya di Sangatta.
***) Jika ada kesamaan nama, tempat dan karakter adalah kebetulan semata.
Disalin dari : http://www.kompasiana.com/oun.samlanh/misteri-malam-jumat-ingin-kaya-raya-instan-dengan-ritual-jual-sate-burung-gagak_55cca85b1cafbd47178ff31a
0 Response to "Ingin Kaya Raya Instan dengan Ritual Jual Sate Burung Gagak"
Posting Komentar